Ada Kesan di PJBM 2015



Pelatihan Jurnalistik Bulutangkis Mahasiswa (PJBM) 2015 merupakan persembahan yang digelar oleh Djarum Foundation sebagai bentuk kepeduliannya terhadap generasi bangsa, khususnya di bidang olahraga, bulutangkis. Saya apresiasi sekali dengan program ini. Selain memberikan pelatihan kejurnalistikan olahraga, pelatihan ini dapat membentuk karakter mahasiswa sebagai jurnalis yang profesional. Tidak hanya itu, program ini juga membawa pesertanya melebur bersama pengalaman-pengalaman yang menakjubkan. Pelatihan ini digelar hanya sebulan, tetapi waktu yang sebentar tersebut menurut saya terlalu berarti untuk dilupakan. 

Jurnalistik memang merupakan bidang yang sedang saya coba selami. Sudah hampir empat tahun saya belajar menjadi wartawan di Kampus UIN Jakarta yang berada di Selatan Ciputat, Tangerang. Berbagai teori dan materi sudah saya telan. Bahkan saya hampir menyelesaikan studi saya, dan mulai menggantungkan cita-cita saya menjadi jurnalis setinggi-tingginya. Melalui pelatihan yang didukung oleh Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) inilah, saya harus mengasah lebih tajam bagaimana kemampuan saya meliput. Yang menjadi tantangan adalah ketika saya harus memburu berita olahraga bulutangkis. Saya merasa tertantang. Mungkin karena saya sangat buta dengan olahraga menangkis shuttlecock itu, sehingga harus menjadi Bulutangkis Lovers dadakan. Saja jadi mempelajari olahraga itu,menghafal nama-nama atletnya, lebih memperdalam dalam hal memotretf, dan masih banyak lagi. Did you know? I enjoy It..!!

Pelatihan tersebut berjalan pada 2, 9, dan 21 Mei 2015. Banyak hal baru yang saya temukan di pelatihan ini. Walaupun saya tidak berkesempatan meraih sepuluh besar terbaik yang lolos untuk meliput pertandingan Indonesia Open 2015. Tapi saya tetap bersyukur, karena ini adalah proses yang harus saya lewati tahap pertahapnya, dan harus saya nikmati di setiap sisinya. 
 

Hari pertama, saya merasa beruntung menjadi salah satu dari 145 peserta PJBM angkatan ke-4 ini. Duduk bersama orang-orang baru, berbeda kampus, jurusan, dan karakter tentunya. Namun, tujuan kami sama, yaitu sama-sama ingin mendalami ilmu jurnalistik. hari pertama di isi dengan teori. Tentu saja materi yang sudah tidak asing lagi dengan saya. Apa itu jurnalistik, bagaimana menulis berita, bagaimana teknik photografi, apa itu layout adalah materi yang setiap harinya saya kunyah di kelas. Namun, bukan berarti saya tidak lagi membutuhkan penjelasan-penjelasan itu. Justru saya butuh. Dengan adanya penjelasan teori-teori itu lagi, saya merasa lambung saya sudah cukup siap mencerna si jurnalistik. ditambah lagi berbagai masukan dan perspektif berbeda dari satu wartawan ke wartawan lain adalah hal yang menurut saya harus diketahui. Dengan begitu, referansi pun semakin banyak dan juga membantu pikiran kita agar lebih objektif lagi dalam memandang suatu hal.

Adalah Broto Happy Windomisnowo, merupakan salah satu tutor kami pada hari pertama pelatihan itu. Saat itu saya baru sadar, bahwa saya sedang berhadapan dengan jurnalis senior, yang memiliki prestasi dan jam terbang yang tidak diragukan lagi. Saya sedang berhadapan dangan salah satu kendi ilmu yang sewaktu-waktu siap menumpahkan ilmu-ilmunya ke sanubari peserta. Tidak hanya itu, ternyata Ia sangat terkenal di dunia jurnalis tentunya, bukan cuma sebagai wartawan senior, tetapi juga presenter olahraga yang namanya sudah tidak asing lagi di media televisi. Ia adalah sosok yang humoris. Pembawaannya santai, tapi tidak menghapus kewibawaannya. Bisa menjadi seorang ayah, guru, bahkan sahabat ketika kami sedang bertukar pikiran dengannya. Banyak sekali ide jenaka yang tak pernah ketinggalan saat ia membawakan materi. Ide-idenya yang segar itu, selalu menjadi kafein untuk kami saat kami mulai mengantuk dan bosan. Om Broto salah satu sosok yang hebat, dan membuat saya terinspirasi dan membuat saya makin jatuh cinta dengan jurnalistik.

Hari kedua, kami sudah di bagi perkelompok. Ada 13 kelompok, dan tiap-tiap kelompoknya ada 7 orang. SR Parsauline, Angelica, Cikal Wisnu, Adilla, Khaerani, Hayyah, dan Syifa (Saya sendiri) tergabung menjadi satu kelompok. Di hari itu, kamu berlatih meliput berita di GOR Petamburan. tak hanya wawancara, simulasi press conference, memotret juga kami tekuni. Amazing...!!! saat itulah, saya menemukan atmosfer baru dalam dunia jurnalistik. 

Pelatihan selanjutnya adalah meliput langsung pertandingan Sirnas Jakarta Open 2015 yang diadakan di GOR Asia Afrika, Senayan. Kami mendapat hari kedua pada pertandingan tersebut. Di sinilah kekompakan kami juga di latih. Dengan deadline yang selalu membuntuti, kami harus atur strategi agar mendapatkan berita dengan cepat dan tepat. Di situlah kami berlatih bagaimana menjadi reporter yang harus selalu siap dikejar waktu, yang harus peka dengan keadaan, yang harus cepat berfikir dan merangkai kata penuh informasi. Kepanikan yang indah saat kami harus menyelesaikan tulisan dan layout sebelum jam 5 sore. Untungnya ada si lincah Cikal yang ahli mengotak-atik layout yang menurut saya njelimet itu. Berkat dia, tugas kami selesai, walaupun sedikit molor.

Pelatihan selanjutnya, adalah tugas individu. Kami diberikan tugas untuk membuat tiga artikel, meliputi hardnews, softnews, dan opini. Di sinilah, di tengah-tengah para atlet bulutangkis sedang berjuang menjadi juara Sirnas Jakarta Open 2015, kami pun berjuang untuk mendapatkan berita dan informasi semenarik-menariknya. Awsome. Saya sangat menikmatinya. Foto dengan beberapa atlet terkenal pun tak mungkin saya lewatkan. Dunia itu seakan menjadi milik saya, jurnalis.

Dihari terakhir, tepatnya siang tadi (21/5). Menjadi penentuan siapa yang akan masuk 10 besar dan berkesempatan meliput Indonesia Open 2015. Gelisah memang. Tentu saja saya mengharapkan kesempatan itu, tetapi saya tetap menjaga keinginan dan menyerahkan kepada Sang Pemilik Kehendak. Ternyata Tuhanku belum memberi kesempatan itu. Kecewa mungkin iya. Tapi kekecewaan terlalu egois untuk mensyukuri ilmu yang saya dapat. Kesempatan itu tidak akan hilang selama kita berusaha dan konsisten dengan apa yang kita cita-citakan. Kegagalan ini justru menjadi sebuah pelajaran dan alat cambuk bagi saya agar ketika mengerjakan sesuatu harus totalitas dan serius. Dengan kegagalan, saya juga diingatkan untuk lebih, dan lebih lagi belajar dari kekurangan. Dengan kegagalan pula, saya harus bangkit dan lebih mencintai jurnalistik. tak ada yang sia-sia. Semua ini adalah proses. Bukan persoalan menang dan kalah. Tapi soal belajar, komitmen serta persiapan diri untuk melangkah ke dunia yang lebih luas setelah dunia kampus. Bismillah. Sesungguhnya Allah Pemilik Kehendak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serunya Mengenal Wisata Kota Tua bersama Vivalova Happy Race

Cerita Tiga Pulau di Kepulauan Seribu